Retak Kembali

“Makasih, ya, udah nganterin aku,” ujar Soeun. Senyumannya terukir di wajah ketika melihat Chaerin tertawa kecil.

“Santai aja!! Lo bisa mulai kerja besok atau besoknya atau besok besoknya lagi juga gapapa.”

Soeun mengiyakan sebelum akhirnya Chaerin pamit untuk pulang. Ini adalah hari keberuntungannya. Ia mendapatkan pekerjaan kembali setelah sekian lama dan itu di sebuah perusahaan milik mantannya. Ya, Soeun tidak masalah. Chaerin sendiri juga bilang kalau dia udah punya alpha tapi di negara lain.

Han Chaerin adalah mantannya dulu sewaktu masih kuliah, tentu saja ketika hubungannya dan Soojin memburuk. Soeun berusaha mengalihkan perhatiannya pada omega lain tetapi selalu gagal waktu itu, hingga Chaerin datang dan hampir membuat Soeun lupa akan keberadaan Lee Soojin di dunia.

Walau akhirnya hubungan mereka harus kandas karena Soeun masih memikirkan Soojin. Bahkan sesekali ia melihat Chaerin sebagai Soojin setiap kali pergi kencan.

Soeun berjalan masuk ke gedung apartemennya dan melihat pesan dari Soojin. Ia kira omega itu akan berterima kasih karena telah membantunya tetapi setelah pesan tersebut dibaca, Soeun salah besar.

Ia menarik napas dalam kemudian berlari menuju kamar apartemennya, merasa bahwa omega bermarga Lee itu ada di sana dengan perasaan penuh amarah. Dan benar saja, ketika Soeun membuka pintu, yang ia lihat pertama kali di pandangannya adalah Soojin menatapnya tajam, berdiri di dekat jendela.

“S-Soojin.. Hai.”

Gugup, Soeun tidak tahu harus apa ketika Soojin menatapnya seperti itu, seakan ingin mengamuk meratakan kota yang mereka tinggali sekarang ini.

“Enak ketemu mantan? Suka, ya? Gimana kencannya?” tanya Soojin. Tatapannya masih sama, namun kini kedua tangannya menyilang di dada.

“Hah? Aku kan bilang kalau aku wawancara buat kerja,” jawab Soeun heran.

“Sama mantan?”

“Astaga, Soojin. Terus kenapa sih kalau sama mantan? Lagian aku gak ngapa-ngapain.”

Defensif, itu yang Soeun lakukan sekarang. Berusaha menjelaskan apa yang terjadi pada Soojin dan meluruskan semua kesalah pahaman ini. Namun, Soojin ya Soojin. Omega itu dari dulu memang posesif soal Soeun, merasa bahwa Soeun adalah satu-satunya alpha miliknya seorang.

“Gak ngapa-ngapain tapi kenapa feromon dia nempel di kamu? Madu?” Soojin berjalan mendekat dan kini berdiri di hadapan alpha bermarga Park tersebut. “Gue berusaha buat beresin semuanya, buat ngomong sama ayah soal kita dan di sini lo pergi sama omega lain yang ternyata mantan lo dulu.”

“Soojin—”

“Lo benci kan sama gue? Marah kan karena perlakuan gue selama ini ke lo? Terus ini cara lo bales dendam, iya kan?”

“Lee Soojin—”

“Lo mainin gue. Bikin gue berhenti denial soal lo abis itu ninggalin gue dan balikan sama Chaerin, begitu rencana lo?”

Soeun diam. Kedua tangannya mengepal mendengar ucapan Soojin saat itu.

“Jawab Soeun. Lo benci gue dan ini cara lo bales dendam kan? Lo gak pernah sayang gue semenjak kejadian di resto, iya, kan? JAWAB PARK SOEUN!!”

“STOP, STOP!! BERHENTI DI SITU, SOOJIN!!”

Nada bicara Soeun meninggi, lebih tinggi dari biasanya ia marah. Yang ini membuat Soojin terdiam mematung, menatap Soeun dengan tatapan takut.

“Gue gak pernah mikir buat nyakitin lo, mainin lo, atau bahkan balikan sama Chaerin. Enggak, Soojin. Gue pure wawancara sama dia karena gue butuh KERJA! Kerjaan gue ilang karena bokap lo, gue kalau gak kerja dapet duit dari mana? Enggak kayak lo yang duduk diem di rumah aja dapet duit, gue harus banting tulang buat makan sehari-hari, Soojin..”

“Kalau lo mikir gue marah, gue benci dan bahkan pengen bales dendam sama lo, IYA!! Gue pengen ngelakuin itu tapi gak pernah bisa. Gue gak pernah bisa karena gue sesayang itu sama lo. Lo nyakitin gue pun gue gak peduli dan bahkan masih berharap soal hubungan kita,”

“Salah banget ya gue ketemuan sama mantan perkara wawancara doang? Lo sendiri emang apa, Soojin? Bilang mau jadi heat partner tapi besoknya langsung bilang ke followers lo kalau lo tunangan sama anak direktur sebelah. Salah ya? GUE LAGI YANG SALAHKAH DI SINI?!”

Soojin diam. Feromon Soeun yang kini menjadi kayu bakar pun membuatnya hanya bisa diam, terlalu kuat bahkan dirinya bisa saja pingsan jika terus-menerus mencium feromon alpha yang sedang emosi itu.

“Gue gak mau adu nasib tapi pernah gak lo di posisi gue? Gue capek, Soojin. Capek. Lo gak tau tiap hari gue curhat ini itu ke Jiyoon sama Monday, nangis tiap malem soal gue yang nurut aja sama keputusan bokap lo dan lo sendiri. Bertahun-tahun gue hidup biasa aja gak ada masalah tapi abis itu lo dateng, nawarin gue jadi heat partner lo dan bawa segudang masalah ke kehidupan gue. Udah Soojin, udah.. gue yang capek di sini. Gue yang selalu ngalah karena gue gak punya kuasa kayak lo,”

“Jangan kayak anak kecil, Soojin. Kalau lo emang sayang sama gue, harusnya lo percaya kalau gue tetep milih lo terus. Lo gak perlu khawatir soal omega atau beta yang godain gue tiap harinya, gak usah khawatir karena gue milik lo seutuhnya. Bahkan sedari kecil gue itu milik lo,”

“Soeun—”

“Udah, ya? Aku minta istirahat dulu, aku minta tolong sama kamu sekarang buat jauhin aku dulu. Aku capek, Soojin.”

Omega itu merasakan bahwa feromon Soeun kembali berganti menjadi angin laut, menandakan bahwa alpha itu sudah sedikit tenang.

“Park So—”

“Aku minta tolong, Soojin. Keluar, aku mohon. Tolong keluar,” pinta Soeun. Ia menundukan kepalanya, tak berani menatap Soojin.

Dengan langkah yang lunglai, Soojin perlahan keluar dari apartemen Soeun dan ia bisa mendengar setelah pintu dikunci, alpha itu menangis dibalik pintu. Dari tangisannya seperti orang yang berkali-kali disakiti tapi tetap memilih untuk tersenyum, menahan tangisnya hingga semuanya tak terbendung.

Soojin? Air matanya juga menetes, ia menangis namun dalam diam. Inikah yang Soeun rasakan dahulu ketika sang Ayah menyuruh Soeun untuk tidak menemui Soojin lagi, untuk menjauh selamanya dari kehidupan omega tersebut.

Kini yang memintanya pergi menjauh untuk sementara adalah Soeun sendiri. Alpha yang ia suka dan cintai sedari dulu.

I'm sorry, I'm sorry...” gumam Soojin dengan suara yang lirih. Ia menahan tangisnya sambil berjalan keluar dari apartemen Soeun, meninggalkan alpha yang sedang menangis di balik pintu.