Rapuh dan Konfrontasi
sexual assault
Saat pertama kali menginjakan kaki di parkiran restoran mewah tersebut, omega itu gemetar bukan main karena dirinya sendiri takut menghadapi ayahnya sekarang, ditambah ditemani tiga orang asing bernotabene seorang alpha.
Lee Soojin ingin lari saat itu juga, menjauh pergi dan meninggalkan kehidupannya yang bergelimang harta demi memiliki hidup yang biasa saja.
“Kita bisa pergi kalau Soojin mau,” kata pak Song saat itu. Beta yang sudah menemaninya sedari kecil dan sudah dipastikan mendapatkan kepercayaan dari pewaris satu-satunya Lee Enterprise.
Soojin tersenyum lalu menggelengkan kepalanya, “Tidak apa, bapak pulang aja, ya. Temenin bibi.”
Pak Song menundukan kepalanya setelah mendengar perintah Soojin. Ia kembali masuk ke dalam mobil lalu pergi menjauh dari sana, meninggalkan Soojin yang berdiri menatap mobilnya yang perlahan semakin menghilang dari pandangannya.
Soojin berjalan perlahan, masuk ke dalam restoran itu sambil didampingi salah satu pelayan yang menuntunnya ke ruangan yang sudah dipesan oleh ayahnya.
Kakinya berhenti melangkah dan ia menatap tiga orang itu bergantian setelah masuk ke ruangan khusus tersebut. Ayahnya tersenyum, mempersilakan putri bungsunya itu duduk di samping dirinya.
Entah ini hanya perasaan Soojin atau bagaimana, ketiga lelaki paruh baya itu menatapnya lekat tanpa berkedip sekali pun ketika Soojin melewati mereka bertiga, seakan bahwa Soojin adalah mangsa yang lezat.
Selama satu jam, mereka membicarakan hal-hal mengenai bisnis yang dimana semuanya dijelaskan oleh Soojin. Ayahnya di sana hanya sebagai pajangan, Soojin rasa, karena jika tidak tersenyum, ia akan menatap putrinya dengan tatapan bangga.
Tiga alpha itu fokus mendengarkan penjelasan Soojin dan bahkan memberikan beberapa pertanyaan yang mampu omega itu jawab dengan mudahnya. Tidak usah diragukan lagi dari karir pendidikannya, Lee Soojin tergolong murid yang pintar dan bisa diandalkan oleh guru maupun dosen saat itu. Sehingga mudah baginya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, apalagi memiliki sangkut-paut dengan perusahaan keluarganya.
Itu adalah yang terjadi sebelum Tuan Lee meninggalkan mereka berempat karena ada masalah di kantor yang tidak bisa diselesaikan oleh pegawai biasa.
Sekarang yang terjadi adalah Soojin menyadari bahwa ia salah meminum obat. Karena apa? Karena omega itu merasa tubuhnya mulai panas dan tulang-tulangnya nyeri.
Soojin tidak meminum supresannya karena terburu-buru dan yang ia minum adalah obat lain.
Besi, fresh ink, dan aluminium adalah bau yang bisa Soojin cium sekarang. Ia tahu dari mana ketiga bau itu berasal dan ia juga tahu bagaimana mereka bisa melepaskan feromon yang begitu kuat.
Lavender kamomil membuat mereka tidak bisa berpikir jernih dan Soojin harus pergi dari sana sekarang.
Soojin beranjak dari posisi duduknya tetapi pergelangan tangan kanannya dicengkram kuat oleh alpha berferomon besi tersebut. Ia menarik Soojin, membuatnya kehilangam keseimbangan dan kini jatuh terduduk di pangkuan alpha itu.
“Lepas,” kata Soojin lemah. Bisa-bisanya ia salah meminum obat dan tidak menenggak supresan sebelum pergi. Bodoh.
Alpha besi itu kini mengelus leher Soojin lembut, membuatnya mengeluarkan erangan dan menarik perhatian kedua alpha lainnya; aluminium dan fresh ink.
Dari indera penciumannya Soojin bisa tahu bahwa kedua alpha itu kini juga berjalan menghampirinya. Alpha berferomon besi itu kini menyentuh dagu Soojin, memaksanya untuk menatap alpha di hadapannya.
“Karena ayahmu gak ada di sini dan kamu sepertinya heat, why don't we have some fun?” tanyanya. Tangan kirinya bergerak masuk ke dalam kemeja putih milik Soojin, mengelus punggung omega itu lembut.
Merasa dirinya dalam keadaan bahaya, sisi manusianya kembali dan Soojin menggelengkan kepalanya lalu menampar keras alpha besi itu, bebas dari dekapan dan berlari menuju toilet restoran. Ketiga alpha itu kesal tetapi mereka menghirup feromon lavender kamomil Soojin yang tertinggal di sana terlebih dahulu, membuat mereka mengeluarkan geraman.
Soojin langsung mengunci bilik kamar mandi yang ia masuki, duduk di toilet sambil memeluk lututnya. Ia tidak pernah setakut ini sebelumnya. Bagaimana mereka memandang, mengelus, dan menyentuh dirinya.
Soojin takut untuk pertama kalinya. Ia mengingat perkataan Soeun sebelum pergi untuk menelponnya jika ada masalah. Maka dari itu Soojin berusaha menelpon dan mengirim pesan pada Soeun berkali-kali tetapi tidak ada jawaban.
Tangan dan seluruh tubuhnya gemetar takut tatkala alpha berferomon besi itu ada di depan biliknya sekarang, memanggil namanya dan menggoda Soojin saat itu juga.
Tidak bisa, jika begini caranya, ia tamat. Soojin mengirimkan lokasi di mana ia berada pada Soeun dan setelah itu menahan pintu sekuat tenaga agar tidak dibuka oleh alpha tersebut.
Entah kenapa ia hanya bisa mencium feromon besi di dalam sana, tidak ada feromon dua lainnya. Apa mungkin mereka menunggu di ruangan?
Soojin memeluk lututnya erat, menangis karena ia sangat ketakutan. Selemah inikah dia sebenarnya? Serapuh inikah?
“Soeun, Soeun..” panggil Soojin lirih. Entah sudah berapa menit ia di dalam sana, Soojin tidak tahu karena feromon besi yang alpha itu keluarkan membuatnya tidak bisa berpikir jernih dan Soojin takut ia akan kehilangan kesadaran diri.
Sampai akhirnya seseorang datang lalu terdengar suara pukulan yang keras. Soojin tidak peduli apa itu, ia merasakan seluruh tulangnya semakin terasa sakit dan keringat mulai mengalir banyak dari pelipisnya.
Jemarinya turun mengelus leher, membayangkan saat dimana Soeun mencekiknya dengan penuh amarah dan membuat dirinya semakin nafsu saat itu.
“Soeun,” lenguhnya sambil terus mengelus leher dan membayangkan bahwa itu adalah perbuatan Soeun.
“Soojin!!” panggil seseorang yang suaranya begitu mirip dengan Soeun, juga feromonnya.
Soeun? Park Soeun? Soojin kembali tersadar lalu membuka pintu bilik kamar mandinya dan ia disambut oleh cengkraman tangan Soeun yang begitu kuat di pergelangan tangannya.
“Soeun, kok bisa?” tanyanya lemah sambil berlari dibawa keluar dari sana oleh Soeun.
“Aku bilang kalau aku pengawal yang dikirimkan ayahmu untuk Lee Soojin. Mereka percaya saja, bodoh memang.”
Soeun berhenti tepat di depan mobil milik Chaerin ketika ia mendengar Soojin menangis. Alpha itu berbalik kemudian memeluknya erat, berusaha menenangkan Soojin saat itu.
“Soeun, masuk dulu ke dalam.” Itu Chaerin yang membukakan pintu belakang mobilnya. Soeun pun masuk bersama Soojin yang masih ada di dalam pelukannya, menangis sekencang-kencangnya ketika pikirannya kembali melayang bagaimana mereka menyentuh dirinya dan menganggap bahwa Soojin hanyalah mainan semata.
Hati Soeun hancur melihat teman masa kecil juga omega kesayangannya itu menangis, mencengkram erat rompi rajut berwarna hitamnya dengan erat.
“Kita mau ke mana?” tanya Chaerin sambil mengendarai mobilnya tanpa tujuan yang jelas.
Soeun hendak menjawab apartemennya tetapi Soojin berbisik pelan disela tangisannya. Alpha itu pun hanya bisa menuruti kemauan sang Omega.
“Ke penthouse punya Soojin. Alamatnya nanti gue ketikin di maps,” jawabnya. Chaerin sebagai orang yang membantu pun hanya bisa menganggukan kepala dan fokus berkendara. Sementara di belakang sana, Soeun mengelus punggung Soojin lembut, membisikan beberapa kata seperti; kamu baik-baik saja, kamu aman, ini aku Soeun.
Soeun diam di luar kamar milik Soojin, meninggalkan omega itu kesakitan juga mengerang memanggil nama Soeun berkali-kali. Tidak mungkin ia mengambil kesempatan itu disaat Soojin hampir saja disetubuhi tanpa izin oleh tiga alpha yang sudah memiliki keluarga.
“Ini,” ujar Chaerin sambil memberikan beberapa butir supresan kepada Soeun.
“Makasih, maaf ngerepotin, ya. Kamu bisa pulang,” kata Soeun setelah itu. Chaerin pun menganggukan kepalanya sambil tersenyum, ia langsung pamit pada Alpha yang kini sedang membuka pintu kamar Soojin.
Di dalam, Soeun bisa merasakan feromon lavender kamomil yang menguat setiap detiknya. Ia juga bisa melihat bagaimana ranjang yang sebelumnya rapih kini sudah tidak lagi. Sprei berantakan, beberapa bantal dan guling yang jatuh ke lantai, juga Soojin yang menangis memanggil Soeun.
Sebenarnya alpha bermarga Park itu sudah melepas rompi rajutnya dan memberikannya pada Soojin, tapi ternyata itu tidak berpengaruh untuk keadaan kali ini. Bisa dilihat betapa frustasinya Soojin tanpa kehadiran Soeun, menganggap bahwa alpha itu meninggalkannya sendirian, lagi.
“Soeun, Soeun.. Park Soeun. Jangan tinggalin aku, please. Soeun,” lirihnya.
Melihat Soojin yang seperti itu, Soeun sudah tidak kuat lagi. Ia berjalan mendekat dan hal itu membuat Soojin bisa mencium feromon angin lautnya, ia merangkak ke tepi ranjang, memeluk erat Soeun sambil menghirup dalam-dalam feromon alpha tersebut.
“Please, please don't go,” bisiknya lemah. Soeun tersenyum, ia mengelus pipi Soojin lembut dengan tangan kirinya lalu menyentuh dagu sang Omega, menggerakan kepala Soojin agar mereka bisa bertatapan satu sama lain.
“Buka mulutnya,” perintah Soeun tanpa menggunakan alpha tone-nya dan Soojin menurut, omega itu membuka mulutnya dan Soeun langsung memasukan dua butir supresan ke dalam sana yang dimana langsung Soojin telan begitu saja.
Omega itu perlahan kembali stabil, rasa sakit pada tulangnya menghilang untuk sementara waktu. Ia menatap sayu Soeun dari bawah sana dan memeluknya erat setelah itu.
Alpha bermarga Park itu tentu saja membalas pelukannya sambil mengelus punggung Soojin lembut, membuatnya tenang perlahan.
“LEE SOOJIN!!”
Pintu terbuka saat itu dan Tuan Lee dengan napas terengah juga raut wajahnya yang penuh emosi berdiri di ambang pintu, menatap kedua insan yang saling berpelukan di hadapannya.
Ini adalah kedua kalinya Soeun melihat Tuan Lee marah. Feromon mahoganinya menguar begitu kuat, bahkan Soojin saja sampai mencengkram kembali kemeja putih yang Soeun gunakan saat itu
“Park Soeun. Kamu apakan putriku? KAMU APAKAN HAH?!” bentaknya berjalan menghampiri Soeun lalu mencengkram kerah kemejanya erat.
Soojin terkejut tentu saja, ia hendak menolong Soeun tapi niatnya ia urungkan ketika mencium dua feromon yang sama-sama kuat dari dua orang terdekatnya tersebut.
“Gimana kalau kita bicara di luar? Tidak baik melepaskan feromon sebanyak dan sekuat ini disaat ada omega yang sedang heat,” usul Soeun dengan tatapan datarnya.
Tuan Lee tentu saja setuju, lagipula ia tidak mau membahayakan putri bungsu kesayangannya. Maka dari itu ia menarik Soeun keluar dari kamar dan menginterogasinya di ruang tengah.
“Kamu ngapain di sini? Kamu ngapain sama Soojin? Seharusnya dia ada di restoran, membicarakan bisnis dengan tiga investor tersebut!! Kamu memang licik dan brengsek, ya, Soeun.”
“Seharusnya Soojin ada di restoran? Terus apa? Membiarkan dia disetubuhi oleh alpha-alpha yang sudah memiliki istri atau suami tersebut? Gila, ya. Anda ke mana waktu Soojin minta tolong karena dia hampir aja jadi mainan buat mereka, hah? SAYA TANYA ANDA DI MANA?!”
Feromon angin laut milik Soeun lambat laun berubah menjadi kayu bakar dan mengisi seluruh ruangan dengan feromonnya, membuat Tuan Lee geram.
“ANDA BILANG ANDA BAKAL JAGA SOOJIN, TAPI APA?! Kalau misal saya dan Chaerin gak datang atau terlambat sedetik saja ke restoran buat selamatin Soojin waktu itu apa yang akan terjadi? ANDA TAHU TIDAK?!”
“Soojin nangis, Om! Soojin nangis di dalam bilik toilet! Dia nangis meluk lututnya sendiri, gak tau harus ngapain disaat DI LUARNYA ADA ALPHA YANG GEDOR-GEDOR PINTU!! GODAIN SOOJIN DAN MANGGIL SISI OMEGANYA SEDUKTIF!”
“Tahu alpha itu siapa? ITU SALAH SATU INVESTOR YANG ANDA UNDANG KE MEETING SAAT ITU!”
Soeun penuh dengan amarah saat ini. Dadanya bergerak naik turun dengan ritme yang tidak beraturan, napasnya menjadi pendek, dan degup jantungnya berdetak kencang.
“Om enggak tahu, kan? Kalau Soojin abis itu nangis sekencang-kencangnya di pelukan saya. Dia takut, Om! SOOJIN ITU TAKUT!! Dia takut gak ada yang nyelametin dia, dia takut disentuh sama mereka, DIA ITU TAKUT!!”
“Dan kalau Om masih mikir saya ambil kesempatan di keadaan ini, Om salah besar! SAYA GAK PERNAH NGAMBIL KESEMPATAN KALAU SOOJIN DALAM BAHAYA, ENGGAK!! SAYA KASIH DIA DUA BUTIR SUPRESAN!!”
Soeun melempar sisa obat supresan yang sebelumnya Chaerin beli ke lantai agar Tuan Lee melihat. Ia menatap alpha mahogani itu sekali lagi dengan tatapan tajam tetapi air matanya sudah tidak terbendung lagi sehingga beberapa menetes dari matanya.
“Saya gak akan pernah nyakitin Soojin, Om. Saya gak akan pernah nyakitin dia. Om pasti tahu, kan rasanya ketika ngeliat orang yang kita sayang hampir disentuh tanpa seizin mereka? Tahu, kan gimana rasanya?”
“Marah, dendam, bunuh! Saya ngerasain itu sebelumnya bahkan mungkin sampai detik ini!”
Di tengah pertengkaran, mereka mendengar Soojin menangis kembali dari dalam kamar, memanggil nama Soeun berkali-kali.
“Saya akan jagain Soojin sebagaimana dulu Om jagain saya sewaktu ayah pergi,” lirih Soeun. Feromonnya kembali berubah menjadi angin laut dan sedikit tenang.
Mendengar perkataan Soeun, Tuan Lee seperti dipukul keras oleh sebuah tongkat, menyadarkannya bahwa alpha di hadapannya ini adalah anak dari sahabatnya dulu yang ia janji akan terus ia jaga setelah sahabatnya meninggal.
Tuan Lee dan Soeun bisa mendengar Soojin merengek, meraung meminta Soeun untuk tidak pergi lagi. Tuan Lee hanya bisa diam beberapa detik lalu kemudian berjalan keluar dari penthouse milik anak bungsunya tersebut, meninggalkan Soeun berdiri mematung menatap punggungnya yang perlahan menghilang.
Soeun bergegas ke kamar lalu memeluk Soojin erat, membiarkan omega itu menangis kembali di dalam pelukannya. Soeun merasa Soojin pasti mengingat kejadian dulu sewaktu mereka masih kecil. Mengingat bagaimana ia ditinggal di dalam kamar mandi, meninggalkan Soeun dan ayahnya berbincang berdua di luar, setelah itu adalah terakhir kalinya Soojin melihat Soeun.
“I'm here, it's okay. Ssh, it's me,” bisik Soeun sambil mengelus puncak kepala Soojin lembut. Ia perlahan membaringkan dirinya dan omega itu ke ranjang lalu berbisik sekali lagi, “Let's sleep. Good night, Lee Soojin.”