Perjanjian.
Gila.
Itu adalah satu kata yang menggambarkan Lee Soojin sekarang. Satu kata yang sering diucapkan Jaehee setelah ia mengungkapkan rencananya.
Soojin itu sama seperti kakaknya, bebal. Ia tidak suka diperintah. Namun, apa yang bisa gadis paling bungsu itu lakukan sekarang?
Kakaknya hidup bebas, tidak diikat oleh tali yang ayah mereka genggam. Kakaknya bisa menjadi apa yang ia inginkan, bisa bersama seseorang yang ia mau.
Soojin?
Jaehee benar. Soojin tidak pernah mau keluar dari zona nyamannya. Apa salahnya tidak mendengarkan orang tua jika hal yang mereka larang adalah sumber kebahagian kita?
Soojin mengusap wajahnya kasar, menenggak sekali lagi minuman beralkohol di depannya.
Sudah berapa lama ia menunggu Soeun untuk datang? Rasanya seperti bertahun-tahun. Soojin hendak beranjak pergi ke kamar mandi jika pelayan restoran tidak datang dengan Soeun saat itu.
“Oh, gue lama, ya? Lo mau balik?” tanya Soeun dengan canggungnya.
Soojin menggelengkan kepala lalu duduk kembali di kursinya.
“Enggak, tadi gue mau ke toilet bentar. Eh, lo dateng. Duduk gih,” ujarnya.
Soeun tentu saja menuruti perkataan yang lebih tua. Duduk di kursinya dengan punggung tegak dan tubuh kaku, menatap ke arah Soojin dan meja secara bergantian.
“Mau pesen makan apa?” tanya Soojin sambil membaca menu di restoran tersebut.
“Uhm, bebas. Samain aja sama lo,” jawab Soeun.
Ketika dirinya tidak pernah pergi ke restoran mahal dan tidak mau menjadi beban bagi Soojin karena semua dibayar oleh omega itu, begitulah jawaban Soeun.
Tidak mau membuang waktu, Soojin mengiyakan saja dan memesan dua makanan juga minuman untuk mereka berdua. Disaat pelayan pergi, kini mereka berdua saling diam, tidak ada yang berbicara satu sama lain sampai akhirnya Soojin membuka percakapan.
“Mau to the point aja,” katanya, membuat Soeun sendiri gemetar. Soojin mau membicarakan apa? Kejadian di masa lalu itu? Atau apa?
“Jadi heat partner gue mau gak?”
“Hah?”
Mendengarnya Soeun hanya bisa diam, menatap omega di hadapannya dengan tatapan kebingungan. Selama ia mengenal Lee Soojin, omega itu tidak pernah mau memiliki heat partner. Soeun pernah bertanya padanya waktu masih remaja dan Soojin bilang kalau ia tidak mau melakukan hal seberbahaya itu.
Soojin lebih memilih menghabiskan waktu heat-nya kesakitan di dalam kamar, merintih dan mengerang sampai tiga hari ke depan daripada harus bersetubuh dengan alpha liar yang bahkan mungkin Soojin tidak tahu latar belakangnya.
“Soojin, kalau bokap lo tau gimana?”
“Enggak akan. Gue janji,” jawabnya dengan penuh keyakinan. Netra cokelat omega itu kini menatap Soeun lekat, seakan ingin mengatakan sesuatu yang lebih serius.
“Ini mudah. Gue bakal dateng ke lo kalau gue lagi heat dan lo bakal dateng ke gue kalau lagi rut. Gue pastiin ayah gak akan tau,” ujar Soojin.
“Tapi lo dulu pernah bilang gak mau begituan karena alpha liar yang bahkan latar belakangnya aja belum pasti buat lo,”
“Makanya gue minta ini ke lo karena apa?” Soeun menggelengkan kepalanya karena ia sungguh tidak tahu apa alasan omega itu meminta hal tersebut padanya. “Karena gue kenal lo dan gue tau latar belakang lo.”
Soeun ingin rasanya menolak. Ia tidak mau mengambil konsekuensi jika semuanya terbongkar, tapi di sisi lain, Soeun rindu pada Soojin. Pada omega berferomon lavender dan kamomil itu.
“Oke, gue setuju.”