Merengkuh Yang Rapuh
Beberapa menit setelah mencari keberadaan Soojin, akhirnya Soeun tahu ada di mana omega tersebut. Kini ia berdiri di depan pintu kamar mandi, diam mendengarkan tangisan kecil dari dalam sana.
Kedua tangan Soeun mengepal, ia merasa menjadi manusia gagal tidak melindungi Soojin. Soeun gagal menjadi seorang alpha, gagal menjadi seorang teman. Tiap detiknya, gadis bermarga Park itu bisa mencium feromon lavender Soojin yang semakin lama, semakin menandakan bahwa gadis itu sedang sedih, takut, semua emosinya bercampur menjadi satu.
Soeun mengetuk pintu, memanggil nama Soojin tetapi tidak ada jawaban. Ia tidak mendengar tangisan lagi dan itu membuatnya semakin khawatir.
“Soojin, aku boleh masuk?”
Tidak ada jawaban. Soeun hendak menyerah saat itu, memilih menunggu sampai Soojin sendiri yang keluar dari dalam sana tetapi ia urungkan niatnya. Alpha itu memutar kenop pintu, membukanya dan masuk ke dalam kamar mandi yang mewah.
Penerangan yang remang dan interior desain yang dominannya berwarna gelap membuat suasana di dalam sana terasa lebih gloomy.
Pemandangan yang Soeun lihat pertama kali saat menginjakan kaki di ruangan tersebut adalah Soojin yang sedang duduk di dalam bathtub sambil memeluk erat lututnya. Pandangannya tertuju pada riak air yang dibuat oleh gerakan kakinya.
Soeun berjalan perlahan, menghampiri omega itu lalu duduk berlutut di samping bathtub agar posisinya sejajar dengan Soojin.
Soojin sadar bahwa Soeun ada di sampingnya. Feromon angin laut yang ia hirup menandakan bahwa Soeun juga khawatir.
“Soojin?” panggil Soeun, menatap omega itu dengan tatapan khawatir.
“Soeun, kenapa kita langsung tidur semalem padahal aku lagi heat, apa karena tiga alpha itu nyentuh aku terus kamu gak mau nyentuh aku?”
Mendengar pertanyaan Soojin dengan suara yang gemetar, membuat hati Soeun hancur. Ia tidak pernah melihat Soojin serapuh ini, tidak pernah melihat Soojin sediam ini sebelumnya. Kalau dipikir, Jiyoon pernah mengatakan bahwa dari cara Soojin membalas pesan Soeun, omega itu berubah.
Entah apa yang terjadi Jiyoon juga tidak tahu, tapi apa pun itu, pasti membuatnya terluka dari dalam.
Soojin terluka dari lama dan Soeun tidak menyadari hal tersebut. Ditambah dengan kejadian semalam membuat suasana semakin keruh.
“Enggak, Soojin, enggak. Bukan gitu alasannya,” jawab Soeun lembut. Ia berusaha menyentuh Soojin tetapi tidak jadi karena takut akan membuat gadis itu bereaksi buruk.
Soeun tidak berani menyentuh Soojin karena takut akan melukainya juga.
“Terus kenapa, Soeun? Kenapa? Itu satu-satunya alasan yang paling benar. Kamu gak mau nyentuh aku karena aku udah disentuh alpha lain tanpa seizinku,” kata Omega itu sambil menatap Soeun kali ini, ia gemetar takut. “Aku kotor, Soeun.”
Soeun terdiam memejamkan matanya. Ia tidak mau mendengar perkataan tersebut dari Soojin, tidak mau karena ini bukan salahnya. Ini bukan salah Soojin pergi bertemu dengan tiga investor itu, bukan salah Soojin, bukan salahnya.
“Soojinnn!!” panggil Soeun dengan penuh penekanan. Ia akhirnya menangkup pipi omega itu di kedua tangannya, menatap lekat gadis di hadapannya. “Tatap aku, Lee Soojin.”
Mendengar Soeun menggunakan alpha tone-nya, membuat Soojin mau tak mau menatap alpha di hadapannya tersebut. Bisa dilihat dari tatapan Soeun, netra yang perlahan berganti warna menjadi kuning keemasan itu bahwa ia marah.
Entah marah karena apa, Soojin tidak mengerti. Mungkin Soeun marah padanya karena tidak bisa menjaga diri? Mungkin Soeun marah padanya karena membiarkan alpha lain menyentuhnya.
“Aku gak akan nyentuh kamu disaat kamu lagi takut? Iya, saat itu kamu heat, aku tau. Tapi mana mungkin aku fokus buat ngilangin heat kamu sewaktu kamu lagi takut? Soojin, astaga, asalkan kamu liat diri kamu sendiri waktu itu. Kamu nangis, gemeter, takut karena denger pintu bilik toilet yang dipukul terus-terusan,”
“Aku lebih fokus sama rasa takutmu, fokus biar kamu ngerasa aman dan berhenti mikir kalau mereka bakal ngejar kamu. Makanya aku minumin supresan ke kamu, it's not about your heat anymore, Soojin. It's about you. Aku mau kamu ngerasa aman walau ada alpha di hadapanmu, kayak aku sekarang ini,”
“Kalau kamu pikir kamu kotor, enggak. Ini bukan salah kamu, please, ini bukan salahmu. Jangan ngomong gitu, Soojin.”
Tidak, tidak. Soojin tidak mau melihat Soeun menangis kembali untuk kesekian kalinya. Cukup ia membuat nangis alpha itu waktu kejadian salah paham mereka berdua. Ia tidak mau melihat Soeun menangis lagi karena dirinya, tidak mau.
Omega itu bisa mendengar isak tangis sang Alpha yang kali ini sedang menundukan kepalanya. Akan tetapi, kedua tangan Soeun masih menangkup erat pipi Soojin, membuat omega itu menyentuh tangan yang ada di pipi kirinya.
“Soeun..” panggil Soojin lirih. Alpha itu akhirnya mendongakan kepalanya, menatap iris mata omega di hadapannya yang perlahan berubah menjadi biru langit.
“I'm sorry, I'm sorry.. I'm so sorry, Soeun,” gumamnya sambil memeluk Soeun erat, membuat baju alpha bermata monolid itu basah karena terkena air dari dalam bathtub dan tubuh Soojin.
Soeun membalas pelukan Soojin dengan erat. Mengelus lembut helaian rambut panjang dan punggung omega tersebut secara bergantian sambil berbisik, “Bukan salahmu, Soojin. Bukan salahmu.”
Di tempat itu, Soojin menceritakan semuanya. Apa yang sebenarnya terjadi ketika ia berusaha berbicara dengan ayahnya perihal pertunangan dan hubungan ke depannya bersama Soeun, bagaimana sang Ayah dengan mudahnya menampar Soojin dua kali, mengintimidasinya dengan alpha tone dan feromon mahoganinya berkali-kali setelah selesai menolak permintaan Soojin.
Bagaimana sang Ayah tidak peduli dengan mate anaknya asalkan tidak bersama Soeun dan tetap melanjutkan perusahaan, walau tanpa seorang mate sekalipun.
Sekali lagi, Soojin menangis kencang di pelukan Soeun, berpikir mengapa hidupnya selalu berakhir seperti seekor burung yang tinggal di sebuah sangkar, tidak bisa terbang ke mana pun yang ia suka.
Hidupnya selalu berakhir di sebuah kerangkeng yang mana sang Ayah selalu menunggu di pintu ketika Soojin mau melepaskan diri dari sana.