Lavender Kamomil i

“Sudah lama semenjak saya liat Soeun, dia seperti apa sekarang?”

Itulah pertanyaan yang dilontarkan oleh pak Song, sopir pribadi Soojin, yang berhasil memecah suasana canggung dan keheningan mereka. Keduanya saat ini sedang berada di dalam perjalanan, menuju apartemen Soeun.

Karena ini adalah hal yang masih sangat riskan, Soojin tentu saja memakai topi juga masker untuk menutupi wajahnya. Mobil yang mereka pakai juga milik keluarga pak Song, bukan mobil keluarga Soojin pada umumnya.

Merasa telah mendiamkan pak Song dan juga tak kunjung menjawab pertanyaan beta tersebut, Soojin tersenyum kecil sebelum akhirnya memindahkan pandangannya pada lelaki paruh baya yang kini tengah fokus menyetir.

“Dia.. seperti Soeun yang kita kenal dulu, tidak ada yang berubah. Mata sipitnya masih sama, feromonnya juga. Cuman pipinya udah gak tembem lagi,” jawab Soojin. Pandangannya beralih ke jari-jemari yang ia mainkan.

She's just a perfect alpha.”

Pak Song tersenyum mendengarnya. Semenjak kedua insan itu berpisah, menjalani hidup tanpa bertukar kabar membuat Soojin lebih cepat murung. Pak Song tentu saja melihatnya. Soojin jadi cepat marah, membentak, dan sebagainya. Tentu, bukan ditunjukan pada pak Song, tapi pada ayahnya.

Namun, setelah bertemu dengan Soeun di restoran milik ayah Jaehee saat itu, pak Song bisa melihat Soojin tersenyum di malam hari. Bersenandung ria sambil meminum segelas wiski di meja bar rumahnya.

Pak Song selalu yakin bahwa memisahkan mereka berdua adalah hal yang buruk.

“Kita sudah sampai,” kata beta itu dengan senyuman.

Soojin pun berterima kasih dan mengatakan bahwa ia akan memberitahu pak Song kapan akan pulang nantinya. Hal tersebut diiyakan dan pak Song menjalankan mobilnya kembali, meninggalkan Soojin yang berdiri di depan gedung apartemen.

Soojin dengan cepat menuju ke lantai tempat di mana Soeun berada. Ia berkali-kali menundukan kepala ketika ada penghuni lain lewat di hadapannya atau mungkin pekerja di sana.

Ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama dan membahayakan posisi Soeun lagi untuk kesekian kalinya.

Sesampainya di depan pintu apartemen Soeun, Soojin langsung memasukan sandi yang dari dulu tidak pernah berubah; tanggal lahir sang Omega. Klise dan simpel, tapi mampu membuat pipi Soojin memerah setiap kali menekan angkanya.

“Oke, Soeun! Lo di mana?! Ayo kita ngobrol, soal masalah kemaren!” kata Soojin sesaat setelah membuka pintu apartemen.

Ia menutup pintunya kembali dan Soojin menyadari bahwa Soeun tidak ada di ruang tengah, dapur pun tidak ada. Maka satu tempat yang pasti adalah kamarnya. Ketika ia menoleh, menatap pintu kamar Soeun, di situ ada gantungan bertuliskan Do Not Disturb.

“Soeun, ayolah! Kita selesaiin masalahnya, gue.. gue minta maaf,” lirih Soojin, ia berdiri di depan pintu kamar Soeun sekarang, menaruh dahinya pada kayu berbentuk persegi panjang tersebut.

“Gue mau minta maaf. Atas perlakuan ayah gue, media berita, dan juga ucapan gue sebelum kita pergi dari resto itu.”

Soojin akui, ia salah. Salah telah mengucapkan kalimat tersebut. Tidak seharusnya ia mengucapkannya ketika hatinya berkata lain, ketika hatinya masih menginginkan alpha berferomon angin lau tersebut.

“Pergi, Soojin. Gue gak masalahin itu lagi kok, gue udah maafin. Tapi tolong pergi, ya?” ujar Soeun dari dalam. Suaranya seperti lemas dan terdengar deru napas, seakan Soeun habis melakukan lari maraton.

“Soeun, gue juga minta tolong. Gue mau kita ngobrol,”

“Obrolin apa lagi, Soojin? Lo gak capek emangnya, hah? Gue capek loh.”

Soojin diam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Soeun karena ia sedikit mendengar beberapa barang bergeser dan berjatuhan dari dalam sana.

“Obrolin soal kita. Masa lalu, masa sekarang, masa depan. Aku mau kita ngobrol, Soeun. “Just.. Let me fix this whole mess, because I want you to be my mate.

Tidak ada jawaban dari Soeun selama beberapa detik. Soojin juga merasa bahwa alpha itu akhirnya menyerah untuk memperbaiki keadaan mereka berdua. Soojin tersenyum ketika tahu semuanya terlambat, ia hendak melangkahkan kakinya pergi tetapi sebuah wangi menyengat masuk ke indera penciumannya. Soojin mendekat ke arah pintu, menghirup wangi itu sekali lagi; angin laut.

“Soeun, lo—”

Belum sempat Soojin menyelesaikan ucapannya, pintu kamar terbuka dan feromon angin laut langsung membuat omega itu terdiam, mematung dan tak bisa memproses apa pun selain betapa adiktifnya feromon alpha bermarga Park itu.

“Kan gue udah bilang buat pergi, ini alasan gue gak nerima tamu dulu, Soojin.”

Bahkan dalam keadaan rut pun, Soeun masih bisa berbicara rasional. Alpha yang Soojin temui kebanyakan ketika sudah dalam masa rut, yang mereka pikirkan adalah melakukan hubungan seksual dan menyetubuhi apa pun itu yang mereka bisa.

Let me.. fix th-this whole things and mess, and.. and—

Ucapan Soojin berhenti ketika Soeun semakin dekat padanya. Kedua insan itu bisa mencium wangi feromon masing-masing; Soojin mencium angin laut dan Soeun mencium lavender kamomil.

“Boleh gue minta tolong?” ujar Soeun tiba-tiba. Soojin mendongak, menatap iris mata Soeun yang kini berwarna kuning keemasan.

“Apa?”

“Tolong berhenti jadi munafik, Soojin. Aku gak suka,” katanya. Suara Soeun menurun beberapa oktaf, membuatnya terdengar begitu menggoda. Soojin mulai berpikir irasional. “Kalau kamu berhenti jadi munafik, I'll let you fix your mess.

Tangan kiri Soojin mendekat, jari-jemarinya ia tautkan perlahan pada jari-jemari Soeun, membuat alpha itu tersenyum manis melihatnya. Wajah mereka berdua mendekat, berhenti beberapa senti dan keduanya bisa merasakan hembusan napas masing-masing.

Would you let me help your rut, Alpha?