Lavender dan Mahogani

Soojin terpaksa hanya membaca pesan Soeun, tidak sempat mengirim pesan balasan karena sang Ayah yang menatapnya tajam sedari tadi. Ia menaruh ponselnya di meja dekat kursi dan kemudian mendengarkan cerita lawan bicara sang Ayah.

Dari sekian banyaknya marga dan alpha di negara ini, kenapa ayahnya memilih alpha yang memiliki nama marga mirip dengan dirinya; Lee.

Tidak. Soojin tidak suka atmosfer di ruangan itu. Ia dan alpha lelaki berpakaian rapih—Heesung—hanya bisa diam menatap lantai.

“Saya senang sekali bisa bertemu dengan Anda, perjodohan ini adalah hal yang paling tepat, bukan?” ucap sang Ayah.

Soojin memutar malas bola mata, mendengus kesal ketika mendengar ucapan ayahnya begitu lembut terhadap ayah Heesung, berbeda ketika mereka sedang berbicara satu sama lain.

“Saya juga senang, uh.. ini memang hal yang tepat sekali. Ah, ngomong-ngomong, bagaimana kencan kalian beberapa hari yang lalu?”

Sial, sial. Ayah Heesung bertanya soal kencanku waktu itu. Bagaimana menjawabnya?!

Pikiran Soojin tidak bisa fokus sekarang. Dengan kenyataan bahwa ia sedang ada di antara tiga alpha dan salah satu alpha mengintimidasi dirinya dengan feromon, membuat Soojin tidak berpikir jernih. Ia ingin menjawab, tapi takut perkataannya salah dan membuat dirinya dimarahi habis-habisan oleh sang Ayah.

Melihat Soojin yang diam dan manik matanya terlihat panik, Heesung sendiri yang menjawab pertanyaan ayahnya.

“Kencan kami berjalan baik kok.”

Lihat senyuman itu, senyuman palsu menurut Soojin. Bagaimana tidak, kencan mereka harus berakhir begitu cepat karena Soojin ingin pulang lebih dulu berkedok ada janji bersama Jaehee. Pembohong ulung.

“Syukurlah, Soojin juga bilang kalau ia menikmati kencannya denganmu. Ia juga bilang kau adalah alpha yang menarik perhatiannya,” timpal sang Ayah.

Kebohongan apa lagi ini? Begitulah batin Soojin, menatap ayahnya dengan tatapan heran dan kesal karena pada dasarnya ia tidak pernah mengatakan hal tersebut sama sekali. TIDAK PERNAH.

“Ayah, Soojin gak—”

“Soojin, diam dulu. Ayah masih bicara.”

Sekali lagi dalam hidupnya, perkataan Soojin dipotong, menandakan alpha tersebut tidak pernah mau mendengarkan keinginannya atau apapun itu yang akan Soojin ucapkan.

“Bagaimana kalau pernikahannya dimajukan saja? Lebih cepat lebih baik, bukan? Soojin juga ingin semuanya dipercepat,” kata ayahnya, lagi.

Mendengar hal tersebut, Heesung dan ayahnya hanya diam beberapa saat sampai akhirnya Soojin bangkit dari kursi, menghadap pada ayahnya sendiri dengan tatapan penuh amarah.

Cukup sudah. Alpha itu bahkan tidak pernah meminta persetujuan darinya soal menikah atau apapun itu yang berhubungan dengan hal ini.

“Bisa gak? Dengerin Soojin dulu,” katanya. Nada suara sang Omega juga terdengar lebih rendah dari biasanya. Feromon lavender miliknya juga membuat tiga alpha itu sedikit terkejut, tidak terbiasa dengan feromon dominan yang diberikan oleh seorang omega.

“Soojin, ayah sedang bic—”

“Bicara tanpa persetujuan aku? Gitu? Aku gak pernah bilang kalau Heesung menarik perhatianku, aku juga gak pernah bilang kalau aku mau nikah. Enggak! Itu cuman omong kosong ayah doang, ayah itu bohong!”

“Lee Soojin..” panggil sang Ayah dengan suara yang rendah. Kedua anak dan ayah itu saling menatap satu sama lain, menunjukan sisi dominan mereka. Membuat feromon lavender dan mahogani milik ayahnya bercampur di ruangan tersebut.

Memang faktanya Soojin adalah seorang omega, tetapi yang membuatnya spesial adalah ia punya pendirian sendiri. Tidak seperti omega kebanyakan; hanya turut, patuh pada seorang alpha katakan. Soojin tidak seperti itu.

“Aku juga bilang, kan? Aku gak mau dijodohin, AKU MAU MILIH ALPHA-KU SENDIRI!”

Mendengar nada suara anaknya meninggi, sang Ayah beranjak dari kursi lalu menampar Soojin, membuat omega itu diam mematung di tempat.

Melihat kejadian itu, Heesung hendak membantu Soojin—tentu saja karena insting alpha miliknya—tetapi ayahnya mengatakan untuk diam dan tidak ikut campur.

Tanpa sepatah kata pun selain menatap tajam ayahnya, Soojin berjalan pergi dari ruang tamu. Entah ke mana kaki membawanya, yang penting tidak ada mereka bertiga di sana.

Menarik napas dan menghirup udara segar di area belakang rumahnya, Soojin sudah menghabiskan beberapa menit di sana, menatap pemandangan anak-anak yang bermain di taman.

Ini mimpi buruk baginya. Seharusnya Soojin tahu bahwa ketika ibu dan kakaknya pergi, ia tidak seharusnya bertahan dengan sang Ayah. Karena yang omega itu tahu sekarang adalah sang Ayah ialah masalahnya.

“Brengsek,” monolog Soojin. Sampai sebuah suara terdengar, dari arah belakang mendekat ke sampingnya.

“Setuju banget sama itu.”

Tanpa menoleh pun Soojin tahu siapa pemilik suara itu. Heesung kini berdiri di samping sang Omega, ikut menatap anak-anak yang bermain di taman.

“Disuruh ayah, kan?” tanya Soojin langsung pada intinya. Heesung mengangguk sebagai jawabannya.

“Lo.. setuju sama perjodohan ini, kan?” tanyanya sekali lagi. Penasaran dengan sudut pandang alpha berferomon kopi tersebut.

“Enggak? Lo mikir gue setuju? Aduh lucu banget, tapi gue udah sayang sama omega lain. Ayah gue tau, tapi dia bisa apa? Ini ayah lo masalahnya yang mau.”

Hati Soojin dipenuhi awan hitam kembali. Mengetahui bahwa Heesung menaruh hati pada omega lain dan ayahnya juga hanya bisa diam menuruti kemauan sang Ayah membuat Soojin semakin benci pada alpha dengan feromon mahogani tersebut.

“Dari gerak-gerik lo, keknya lo juga udah punya alpha,” kata Heesung dengan senyuman.

Soojin? Ia hanya bisa diam tersenyum simpul. Matanya masih menatap anak-anak di bawah sana.

“Selesaiin apapun masalah lo sama ayah lo, Soojin. Dapetin alpha yang lo mau itu rasanya gak bisa diungkapin dengan kata-kata, ya.. temenku bilang gitu. Jadi, coba ngobrol sama ayah lo, tapi inget, jangan ada emosi di antara kalian berdua.”

“Udah pernah, tetep aja jawabannya jodohin aku sama alpha lain,” timpal Soojin.

Heesung mengerutkan keningnya, penasaran akan sesuatu. Maka dari itu, ia bertanya selagi ada kesempatan.

“Ayah lo gak suka sama hubungan kaliankah? Kenapa kalau boleh tau?”

Soojin hanya tersenyum lagi untuk kesekian kalinya. Membuka luka lama.

“Karena dia alpha cewek,” jawabnya. Mendengar itu Heesung hanya diam, “Selagi bukan alpha cewek, ayah gak pernah permasalahin.”