Latte dan Kita
Soojin mengerjapkan matanya, berusaha memproses apa yang terjadi setelah ia masuk ke dalam apartemen Soeun dibantu oleh anak dari teman ayahnya, Bae Sumin.
Tunggu, apartemen Soeun?
Benar juga. Soojin tidak bisa mengingat apa yang terjadi karena feromon Soeun yang menyebar luas di apartemen itu membuatnya kehilangan kontrol atas dirinya sendiri. Omega mana yang tidak lepas kendali ketika mencium feromon seorang Alpha.
Dan seperti yang Soojin tebak, feromon Soeun masih sama seperti dulu; memabukan dan berbahaya bagi dirinya. Tanpa ia sadari, matanya kembali terpejam, menghirup feromon angin laut yang menempel di bantal dan sprei tempat ia berada hingga sebuah suara menganggunya.
“Sudah bangun?”
Soojin membuka matanya kembali lalu segera bangkit dari kasur, mata cokelatnya menatap Soeun yang sedang berdiri memegang sebuah nampan berisi secangkir kopi dan kue kering.
“Ah, latte? Katanya lo mau, gue tambahin kue juga sih biar ada yang bisa dimakan.”
Park Soeun bukan alpha pada umumnya. Ia adalah alpha yang paling manis yang pernah Soojin temui. Jika semua alpha yang Soojin temui selalu bersikap angkuh, tidak mau mengalah dan memiliki kontrol penuh atas omega mereka, Soeun bukan alpha yang seperti itu.
Dan Soojin menyukainya.
“Makasih, taro aja di meja. Abis ini gue langsung pulang.”
Soeun tersenyum mendengarnya dan menuruti perintah Soojin, ia menaruh nampan tersebut di meja samping tempat tidurnya dan setelah itu berjalan pergi, hendak keluar dari kamar agar Soojin punya waktu sendiri sebelum akhirnya pergi.
Melihat punggung Soeun yang perlahan menjauh dan hampir menghilang dari pandangannya membuat Soojin sadar. Keputusan dirinya waktu itu, saat kejadian membuat Soeun terluka dan benar-benar ingin menghilang dari hidupnya, menghargai keputusan sang Omega.
Lagipula Soojin tidak tahu. Ia bingung harus memilih ayah atau temannya. Jika saja waktu bisa diulang, ia akan memilih Soeun. Karena Soojin tahu, Soeun adalah alpha yang tepat untuknya.
“Soojin,” panggil Soeun saat ia hendak menutup pintu.
Yang dipanggil pun menoleh, menatap Soeun, “Iya?”
“Lo nangis, ada tisu di meja belajar. Gue ke minimarket dulu, lo boleh langsung balik.”
Pintu pun tertutup setelahnya. Soojin? Ia menaruh jarinya di sudut mata dan apa yang dikatakan Soeun benar, air matanya menetes.
Di sisi lain, Soeun berjalan lemas di lorong dan saat di dalam lift, ia bersandar. Terdiam cukup lama sampai merasakan air matanya juga ikut menetes, turun ke pipinya.
Soeun dulu sempat berpikir apa yang salah dari mereka berdua sampai akhirnya ia sadar akan sesuatu.
Park Soeun sadar bahwa yang salah adalah dirinya.