Berbagi Rasa
Orang bilang kalau cinta pertama itu yang paling berkesan dan hal itu benar.
Park Soeun namanya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan jatuh cinta pertama kalinya, pada seorang perempuan bernama Lee Soojin.
Saat itu hari Senin seperti biasanya. Soeun menunggu bus di halte setelah menghabiskan seharian aktivitasnya di sekolah. Soeun fokus memainkan ponselnya saat itu, tidak menyadari ada seseorang yang duduk di sebelahnya, sedetik yang lalu.
Soeun menolehkan kepalanya. Netra cokelatnya menatap wajah orang itu dari samping.
Sempurna.
Hanya kata itu yang terpaku di pikiran Soeun ketika melihatnya untuk pertama kali.
Lee Soojin, duduk di sampingnya sambil menggenggam buku novel dan membaca setiap kata yang terukir di sana. Soeun tidak mengedip sama sekali, membuat perempuan itu menolehkan kepalanya perlahan, merasa aneh ditatap orang asing seperti itu.
“Hai? Apa ada sesuatu di wajahku?”
Suara yang keluar dari mulutnya begitu indah. Soeun bisa saja gila detik itu juga.
Ia menggelengkan kepala, berusaha sadar dari lamunan imajinasinya.
“Tidak, tidak ada.”
Senyuman terukir di wajah Soojin ketika melihat pipi gadis di hadapannya bersemu merah seperti kepiting rebus. Ia menutup bukunya dan sedikit bergeser untuk mendekatkan jarak duduk mereka.
“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya,” kata Soojin, membuka percakapan lebih dulu.
“Uhm, biasanya aku dijemput kakak, tapi untuk kali ini tidak.”
Menganggukan kepalanya. Soojin mengerti jawaban dari gadis di hadapannya ini.
“Ngomong-ngomong, Lee Soojin.” Sebuah tangan terulur ke hadapan Soeun, membuat degup jantung Soeun berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Park Soeun,” jawabnya sambil menerima jabatan tangan Soojin.
Dan dari kejadian itu, hubungan keduanya dimulai.
Soojin sadar ketika Soeun menatapnya, ia tahu bahwa gadis di hadapannya itu jatuh cinta. Katakanlah Soojin juga penasaran dengan gadis di hadapannya itu. Ia ingin mengetahui lebih banyak soal gadis bernama Park Soeun.
Mereka mulai menghabiskan waktu bersama walau dengan fakta mereka dari sekolah berbeda, Soeun bisa menemukan waktu yang tepat untuk pergi bersama Soojin.
Pantai, bioskop, semua tempat wisata sudah mereka kunjungi bersama. Walau pergi ke studio dance pun, mereka menganggapnya sebagai kencan.
Kalau dipikir, kehidupan remaja mereka berdua sangatlah indah. Soeun tidak menyesal ketika kakaknya tidak bisa menjemput dirinya saat itu. Ia menemukan sesuatu yang ia tunggu selama hidupnya.
“Memikirkan sesuatu?” Tanya Soojin sambil memeluk kekasihnya dari belakang. Soeun terkejut ketika tubuhnya dipeluk begitu saja.
“Tidak,” jawabnya sambil tersenyum. Ia melanjutkan aktivitas mencuci piringnya. “Gimana kerjaan?”
“Berattt!! Tadi meeting berkali-kali sampe rasanya mau muntah,” keluh Soojin. Ia mengeratkan pelukannya pada tubuh tinggi Soeun, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang kekasih.
Soeun mengeringkan tangannya dan setelah itu membalas pelukan gadis bermarga Lee tersebut. Membawanya ke dalam pelukan hangat yang Soojin sukai sedari dulu.
Lee Soojin adalah setiap alasannya, setiap harapan, juga setiap mimpi yang pernah Soeun impikan.
Soeun mendapatkannya dan ia akan menjaga gadis itu selamanya.
Sampai maut memisahkan mereka.