Ayah
“Apa?” tanya Soojin dengan raut wajah dan tatapan yang datar ketika masuk ke ruangan ayahnya di gedung perusahaan milik keluarganya tersebut.
“Sumin bilang kamu heat, bener?”
Mendapat pertanyaan seperti itu, Soojin menghela napasnya dan diam untuk beberapa detik sampai akhirnya menjawab iya.
“Iya, tapi diambilin supresan kok sama Sumin.”
Sang Ayah mengangguk, mengerti akan penjelasan anak bungsunya tersebut sambil memeriksa kembali dokumen yang ada di mejanya.
“Udah? Gitu doang?” Soojin mulai kesal.
“Tolong bilang ke bibi besok rumah harus rapih, ada tamu penting mau datang. Dan Soojin, jangan lupa berpenampilan rapih.”
“Tunggu, aku ikut?”
“Iya, ikut. Ada masalah?”
“Besok aku ada janji sama Jaehee,” jawabnya. Soojin melihat ayahnya berhenti untuk sesaat dan kemudian menatapnya tajam di balik kacamata minus tersebut.
“Lebih penting main sama Jaehee atau masalah perjodohanmu, ayah tanya?”
Diam. Soojin hanya bisa diam ketika mendengar ucapan sang Ayah. Tidak, tidak. Ia sudah bilang sebelumnya kalau kencannya bersama Heesung tidak berhasil. Soojin bahkan tidak tertarik dengan alpha berferomon kopi itu.
“Ayah, Soojin udah bilang kan kal—”
“Kalau kamu gak tertarik? Ayolah, itu baru kencan pertama Soojin. Kamu cuman perlu kencan beberapa kali lagi untuk bisa menerimanya, lagipula ini yang terbaik buat kamu.”
Tangannya mengepal dalam diam. Selalu saja seperti ini ketika Soojin ingin menolak sesuatu; percakapannya dipotong dan selalu memakai alasan ini adalah yang baik untuknya.
Hal yang baik untukku atau hanya untuk reputasi perusahaan ayah saja?
“Kakak datang?” tanya Soojin. Nada suaranya tidak sekeras sebelumnya, kali ini lebih lembut. Ia tidak ingin memulai perang untuk kesekian kalinya bersama sang Ayah.
“Tidak. Untuk apa mengundangnya? Jangan bertanya soal kakakmu lagi padaku, ia tidak mau menjadi penerus direktur, kamu jangan sampe kayak dia,” jawab sang Ayah, membuat senyuman miris terukir di wajah Soojin.
“Sekali aja,” lirihnya dan itu cukup mengambil kembali perhatian ayahnya, “Sekali aja ayah nurutin kemauan Soojin, Soojin bakal ngambil posisi direktur kalau ayah pensiun.”
“Tapi apa? Ayah bahkan gak pernah mau denger saran dari aku buat perusahaan padahal ayah bilang aku bakal jadi direktur di perusahaan itu.”
Sang Ayah bergeming, mencerna perkataan Soojin sedikit demi sedikit.
“Pantes ibu ninggalin ayah, orang ayah kayak gini. Harusnya aku ikut ibu dulu.”
Mendengar ucapan sang Anak, Tuan Lee menggebrak meja, berdiri dan berteriak pada omega di hadapannya, “LEE SOOJIN!!”
“APA?! INI BUAT KEBAIKAN AKU? STOP PAKE ALASAN ITU! SOOJIN TAHU MANA YANG BAIK DAN BURUK BUAT DIRI SENDIRI!!”
Merasa amarahnya sudah tidak terbendung, Soojin hendak keluar dari ruangan tersebut sampai sebuah perkataan membuatnya berhenti di jalan.
“Kalau sampe ini semua karena Soeun, ayah—”
“Stop! STOP!!” Soojin menoleh kembali, menatap penuh dendam kepada alpha yang kini juga menatapnya dengan tatapan sama.
“Gak usah bawa-bawa Soeun ke masalah keluarga, bisa gak?” tanya Soojin. Suaranya gemetar karena ia berusaha menahan tangisnya.
“Keluar,” titah sang Ayah dan langsung dituruti oleh Soojin.
Ia keluar dari ruangan tersebut, menutup pintu dengan keras sampai ayahnya sedikit terkejut.